top of page

Menganalisis Metode Socrates: Relevansi di Zaman Modern danTeknologi Canggih

  • Fadliyan Ramaditia
  • Jun 20
  • 5 min read

ABSTRAK

Artikel ini menganalisis relevansi metode Socrates dalam konteks zaman

modern yang ditandai oleh pesatnya perkembangan teknologi. Terutama dalam

bidang komunikasi digital dan kecerdasan buatan yang semakin sering menjadi

perbincangan di media sosial. Metode Socrates, yang berlandaskan dialog,

pertanyaan kritis dan pencarian kebenaran melalui proses dialektika telah

menjadi pendekatan fundamental dalam tradisi yang digunakan dalam filsafat.

Namun, di era kini, ketika diskusi publik cenderung dangkal dan tergesa-gesa

melalui media sosial, serta dengan munculnya kecerdasan buatan sebagai mitra

dialog, muncul pertanyaan: apakah metode Socrates masih relevan? Artikel ini

membandingkan karakteristik metode Socrates dengan dinamika komunikasi

pada era digital. Hasil analisis menunjukkan bahwa meskipun tantangan masa

kini berbeda dari masa Socrates, esensi metode ini tetap penting. Pendekatan

tersebut, bahkan dapat menjadi alat yang ampuh untuk membangun pemikiran

yang kritis, etika, dan refleksi dalam menghadapi kompleksitas informasi dan

teknologi masa kini.


Kata kunci: Filsafat, Metode Socrates, Kecerdasan Buatan, Zaman Modern,

Dialog Kritis


PENDAHULUAN

Dalam sejarah filsafat Barat, Socrates dikenal sebagai tokoh yang

menandai titik awal perkembangan filsafat sebagai suatu disiplin yang

mengandalkan nalar dan dialog. Ia tidak meninggalkan tulisan apa pun.

Namun, pengaruhnya begitu besar melalui karya-karya muridnya, terutama

Plato. Salah satu kontribusi utamanya adalah metode tanya jawab yang kini

dikenal sebagai metode Socrates yakni suatu pendekatan dialogis yang

bertujuan menggali kebenaran dengan menguji keyakinan melalui serangkaian

pertanyaan kritis dan reflektif. Metode ini tidak bertujuan memenangkan

argumen, melainkan mendorong lawan bicara untuk berpikir secara mendalam

dan menemukan kontradiksi dalam cara berpikir mereka sendiri.


Di tengah dunia modern yang diwarnai oleh kecepatan informasi,

dominasi media sosial, dan kemajuan kecerdasan buatan, muncul pertanyaan

penting: apakah metode Socrates masih relevan? Kita hidup di era di mana

diskusi publik sering kali dangkal, retoris, bahkan terpolarisasi. Teknologi

memungkinkan komunikasi yang instan, tetapi tidak selalu mendorong

kedalaman berpikir. Di sisi lain, perkembangan kecerdasan buatan

menghadirkan tantangan baru terhadap cara manusia mencari, memproses, dan

mendiskusikan sebuah pengetahuan.


Artikel ini bertujuan untuk menganalisis relevansi metode Socrates

dalam konteks zaman modern dan era teknologi yang semakin canggih. Penulis

akan mengkaji karakteristik inti dari metode tersebut, membandingkannya

dengan dinamika komunikasi dan teknologi saat ini, serta menilai sejauh mana

metode Socrates masih dapat diterapkan, baik dalam pendidikan, diskursus

publik, maupun dalam pengembangan etika teknologi. Dengan pendekatan

analitis dan filosofis, artikel ini ingin menunjukkan bahwa metode Socrates,

meskipun lahir ribuan tahun lalu, tetap memiliki nilai strategis dalam

membangun masyarakat yang reflektif, kritis, dan bijaksana.


TINJAUAN PUSTAKA

Metode Socrates, atau elenchus, merupakan teknik dialektika yang

digunakan untuk menguji konsistensi logis dari suatu pendapat melalui

pertanyaan-pertanyaan beruntun. Metode ini terutama dikenal melalui karya-

karya Plato, seperti Apology, Euthyphro, dan Meno, di mana Socrates sering

tampil sebagai tokoh utama yang menggiring lawan bicaranya untuk mengkaji

ulang keyakinan mereka sendiri. Brickhouse dan Smith (2000) menegaskan

bahwa tujuan utama Socrates bukan untuk mengajarkan doktrin tertentu, tetapi

untuk mendorong refleksi diri yang mendalam dan membuka jalan menuju

kebijaksanaan melalui pengakuan akan ketidaktahuan “knowing that one does

not know”.

Dalam konteks pendidikan modern, metode Socrates telah diadaptasi

dalam bentuk diskusi berbasis pertanyaan atau Socratic seminar, yang

bertujuan menumbuhkan pemikiran kritis dan partisipasi aktif siswa. Paul dan

Elder (2007) menunjukkan bahwa pendekatan ini sangat efektif dalam

membentuk kebiasaan berpikir reflektif dan rasional, yang sangat dibutuhkan

dalam menghadapi kompleksitas informasi saat ini.


Sementara itu, beberapa studi kontemporer mulai mempertanyakan

efektivitas metode ini dalam era digital. Misalnya, Turkle (2015) dalam

bukunya Reclaiming Conversation mengungkapkan bahwa kehadiran teknologi

seperti ponsel pintar telah mengubah cara manusia berinteraksi, membuat

percakapan menjadi lebih dangkal dan terfragmentasi. Hal ini menimbulkan

tantangan serius bagi penerapan metode Socrates, yang justru menuntut waktu,

kesabaran, dan perhatian penuh dalam proses berdialog.


Di sisi lain, muncul pula pertanyaan filosofis mengenai apakah

kecerdasan buatan dapat menerapkan metode Socrates. Meskipun Artificial

Intelligence (AI) seperti ChatGPT mampu menghasilkan pertanyaan dan


menjawab secara logis, beberapa filsuf seperti Bostrom (2014) dan Floridi

(2016) berpendapat bahwa kesadaran dan niat manusia dalam berdialog tidak

dapat sepenuhnya direduksi menjadi logika algoritma. Ini menimbulkan

ketegangan antara nilai-nilai dialog manusiawi dan kemampuan simulatif

teknologi modern.


Dengan demikian, tinjauan ini menunjukkan bahwa meskipun metode

Socrates telah terbukti penting secara historis dan pedagogis, penerapannya di

era teknologi digital memerlukan pembacaan ulang yang kritis dan kontekstual.


PEMBAHASAN DAN ANALISIS

A. Inti Metode Socrates: Dialog sebagai Jalan Menuju Kebenaran

Metode Socrates dibangun atas dasar keyakinan bahwa kebenaran tidak

dapat diajarkan secara langsung, melainkan harus ditemukan sendiri oleh

individu melalui proses berpikir yang jujur dan terbuka. Melalui teknik tanya

jawab (elenchus), Socrates mengajak lawan bicaranya menggali makna dari

konsep-konsep yang mereka klaim pahami seperti keadilan, kebajikan, atau

pengetahuan hingga mereka menyadari bahwa pemahaman mereka tidak

konsisten atau belum sepenuhnya matang.Strategi ini bukan untuk

mempermalukan, melainkan untuk mendorong kesadaran kritis.


Dalam pendekatan ini, dialog bukan sekadar alat komunikasi, melainkan

sarana epistemologis: sebuah jalan menuju pengetahuan yang lebih benar.

Berbeda dari retorika yang berfokus pada meyakinkan pendengar, metode

Socrates menuntut keterbukaan untuk dikoreksi, serta keberanian untuk

meragukan diri sendiri.


B. Tantangan Zaman Modern: Teknologi dan Deklinasi Dialog

Di era modern, terutama dalam dua dekade terakhir, pola komunikasi

manusia telah berubah drastis. Media sosial, pesan instan, dan platform digital


lainnya menciptakan ruang diskusi yang serba cepat, pendek, dan sering kali

dangkal. Dialog yang mendalam jarang terjadi, tergantikan oleh opini singkat,

slogan, atau bahkan konflik verbal. Alih-alih pencarian kebenaran, banyak

percakapan publik justru berorientasi pada pembenaran diri atau pencitraan

sosial.


Fenomena ini membuat penerapan metode Socrates menjadi semakin

sulit. Proses dialog yang mendalam membutuhkan waktu, kesabaran, dan

kehadiran penuh hal-hal yang sering kali bertentangan dengan logika teknologi

digital yang menuntut kecepatan dan efisiensi. Bahkan dalam ruang

pendidikan, diskusi filosofis sering kali tergeser oleh pendekatan instan yang

berorientasi hasil ujian, bukan pemahaman esensial.


Di sisi lain, kemunculan kecerdasan buatan juga membawa dilema baru.

Teknologi seperti ChatGPT, meskipun mampu mensimulasikan dialog Socrates

secara teknis, tidak memiliki kesadaran, nilai, atau intensi moral. Dialog

dengan AI tidak dapat menggantikan kualitas dialog antar-manusia, yang

dilandasi empati dan komitmen terhadap kebenaran.


C. Relevansi dan Adaptasi: Peran Strategis Metode Socrates Hari Ini

Meski menghadapi tantangan besar, metode Socrates justru semakin

penting dalam zaman yang penuh informasi dan disinformasi. Dalam dunia

yang terfragmentasi secara ideologis dan sosial, kemampuan untuk bertanya,

meragukan, dan mendengarkan secara aktif menjadi kompetensi yang krusial.

Pendidikan yang mengadopsi pendekatan Socratic seminar telah terbukti

mampu membentuk pelajar yang berpikir kritis, terbuka, dan reflektif.


Lebih jauh, metode ini bisa menjadi landasan etis dalam pengembangan

teknologi. Para pengembang AI, pembuat kebijakan, dan pengguna teknologi

digital dapat menggunakan prinsip Socrates, bertanya sebelum percaya,


menguji sebelum menyimpulkan, sebagai cara untuk menghadapi masalah

etika dalam teknologi.


Dengan demikian, metode Socrates tidak hanya tetap relevan, tetapi justru

dibutuhkan untuk mengoreksi arah perkembangan zaman modern yang

cenderung kehilangan kedalaman dan makna dalam dialog manusia.


KESIMPULAN

Metode Socrates, yang berakar pada dialog, pertanyaan kritis, dan

pencarian kebenaran melalui proses dialektika, telah menjadi fondasi penting

dalam tradisi filsafat dan pendidikan kritis. Di tengah dunia modern yang

ditandai oleh kemajuan teknologi, terutama dalam bidang komunikasi digital

dan kecerdasan buatan, metode ini menghadapi tantangan besar. Budaya instan,

komunikasi yang dangkal, dan dominasi media sosial telah menggeser nilai-

nilai dialog reflektif yang menjadi inti metode Socrates.


Namun demikian, analisis dalam artikel ini menunjukkan bahwa metode

Socrates justru semakin relevan di tengah krisis makna dan banjir informasi

yang sering menyesatkan. Dalam pendidikan, ia dapat membentuk peserta

didik yang kritis dan terbuka. Dalam pengembangan teknologi, ia bisa menjadi

prinsip etis yang membimbing manusia dalam menghadapi dampak sosial dari

kecerdasan buatan dan algoritma digital. Bahkan dalam kehidupan sehari-hari,

penerapan prinsip Socrates seperti kesediaan untuk bertanya dan

mendengarkan dapat memperkuat budaya berpikir yang sehat dan demokratis.


Dengan demikian, meskipun konteks penerapannya perlu disesuaikan,

esensi metode Socrates tetap hidup dan krusial dalam membentuk masyarakat

yang lebih bijaksana dan manusiawi di era teknologi yang terus berkembang.

Comments


Be notified of new publications

Get to know Jakarta Philosophy

Follow us to engage with thoughtful, student-driven explorations of philosophy and critical ideas.

  • Instagram
  • LinkedIn
goatlogo-removebg_edited_edited_edited.p

© 2025 Jakarta Philosophy. All rights reserved.

bottom of page