top of page

Antik Untuk Autentik

  • Rizki F
  • Oct 26
  • 2 min read

“Sapere Aude! (Beranilah berpikir sendiri!)” 


Begitulah ucap Immanuel Kant (1724-1804) di dalam Esainya yang terkenal berjudul “What is Enlightenment?” yang diterbitkan pada tahun 1784. Sesuatu yang ironis sebenarnya kata tersebut diucapkan oleh Kant, seseorang yang membatasi akal murni untuk terbang lebih jauh dalam jeruji besi konsep noumena, konsepnya sebenarnya membuat jalur progres filsafat menjadi lebih teratur, namun Kant betul-betul menutup potensi pikiran dan meninggalkannya dalam keadaan terikat tanpa kejelasan atau hanya sekedar meminta orang lain untuk menerimanya begitu saja. 


Memang begitulah filsafat, sebuah “arena bermain” yang dipenuhi dengan konsep saling bertumpuk yang saling berusaha menguasai satu sama lainnya. Apa yang dilakukan oleh Kant sebenarnya mempunyai pola yang sama yang dilakukan oleh para filsuf sebelum dan setelahnya, mereka semua berusaha menggenggam realitas dengan konsep yang mereka ciptakan, lalu mempresentasikannya sebagai kebenaran atau setidaknya yang ia yakini benar. Namun sayangnya belum ada usaha yang berhasil untuk mencapai kebenaran yang absolut tersebut (setidaknya sampai tulisan ini diterbitkan), “arena bermain” tersebut masih terbuka lebar untuk siapapun yang menyebut dirinya pemikir agar segera terjun langsung menawarkan konsepnya untuk “bertarung” dengan konsep-konsep yang sudah ada. Dengan berbagai posibilitas yang masih terbuka lebar, sang kebenaran masih terus melirik ke kanan dan ke kiri memilih pinangan yang menurutnya dianggap cocok.


Besarnya posibilitas ini tentu bisa menjadi medan akselerasi bagi para pemikir untuk bisa mengembangkan bahkan menciptakan konsep baru untuk merayu sang kebenaran, namun di sisi lain ada juga orang-orang yang menganggap dirinya pemikir, namun menggunakan konsep yang sudah ada dengan tanpa mengembangkannya sedikitpun, sambil menutup mata dan dalam nuansa dogmatik serta penuh keegoisan yang dengan berpikir sempit menggunakan konsep-konsep ini layaknya palu gada. 


Mereka merasa puas dengan konsep yang mereka anggap benar, lalu berjalan berlalu-lalang menghardik para pemikir yang mencoba membuka jalur baru seraya sambil memegang panji “-isme -isme”, atau menggaungkan potongan-potongan kutipan selayaknya hal tersebut sebagai kata-kata Tuhan yang memegang kebenaran absolut pada dirinya. Tindakan ini sungguh kekanak-kanakan secara intelektualitas seperti apa yang sudah dijelaskan oleh Kant, malas atau menyerah dengan kreatifitas pemikirannya dan menggunakan pikiran orang lain dengan semena-mena karena tidak ingin bertanggung jawab terhadapnya. Keberanian serta kebebasan berpikir yang seharusnya merupakan ruh utama dari filsafat perlahan mati dan digantikan oleh keganasan intelektual yang menerkam siapapun yang tidak sepaham.


Mungkin saja inilah yang membuat perkembangan filsafat menjadi tidak kreatif dan stagnan, filsafat mulai diperlakukan selayaknya sebuah sains yang kaku, penuh metode yang mengikat dan hanya bertindak seperti cermin pasif realitas yang tidak membebaskan. Filsafat seharusnya bukanlah medan pengulangan, ia seharusnya medan akselerasi, eksplorasi, berani menantang apapun dalam keautentikannya dan bijak dalam ketidaksepahaman. 


Filsafat begitu uniknya karena merupakan usaha-usaha untuk menertibkan kehampaan dan memastikan ketidakpastian, dan karena tugas mulia tersebut ia tidaklah bisa direduksi, dipotong-potong dan di skematisasi, percobaan-percobaan sedemikian rupa tidaklah lain dengan menggambar seluruh angkasa dengan sebuah pensil dan penggaris.


Dorongan Kant untuk berpikir mandiri ini bukanlah sebuah tuntutan yang menyeramkan, justru anjurannya ini merupakan sebuah ketenangan untuk para pemikir untuk bebas mengarungi lautan yang luas, walaupun terombang-ambing dalam ketidakpastian, para pemikir bisa bebas hidup di dalamnya, ia tidak harus selalu tertunduk dan bisa mengangkat kepala setinggi mungkin menantang berbagai posibilitas yang ada.


Berpikirlah bebas!

Comments


Be notified of new publications

Get to know Jakarta Philosophy

Follow us to engage with thoughtful, student-driven explorations of philosophy and critical ideas.

  • Instagram
  • LinkedIn
goatlogo-removebg_edited_edited_edited.p

© 2025 Jakarta Philosophy. All rights reserved.

bottom of page